Kamis, 01 April 2010

Potong Anggaran KPK,DPR Dinilai Arogan


Potong Anggaran KPK,DPR Dinilai Arogan 15 Maret 2010


JAKARTA (SI) – Rencana pemotongan anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Komisi III DPR dinilai sebagai arogansi dan intervensi terhadap lembaga tersebut.

Apalagi, alasan pemotongan itu karena mereka dianggap tidak serius mengusut dugaan korupsi di kasus Bank Century. “Kita menyayangkan rencana Komisi III karena itu sama artinya dengan arogansi DPR mengintervensi KPK.Kita minta DPR agar tidak coba-coba menghambat pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK,”kata peneliti bidang hukum ICW Febri Diansyah melalui pesan pendek yang diterima harian Seputar Indonesia(SI) kemarin.

Menurut Febri,ancaman seperti itu merupakan bentuk penyanderaan terhadap upaya pemberantasan korupsi yang tengah dilakukan KPK. Sebab, KPK banyak menangani persoalan korupsi yang melibatkan anggota Dewan seperti kasus Miranda Goeltom dan Bank Century. DPR,lanjut Febri, tidak sepantasnya mengintervensi KPK dengan mengancam pemotongan anggaran, apalagi dengan dalih mengingatkan agar mereka serius mengusut dugaan korupsi dalam kasus Century.

Dia menilai,daripada DPR berupaya menyandera anggaran KPK, lebih baik segera mengerjakan tugas menyelesaikan kasus Century hingga ke tingkat hak menyampaikan pendapat dan pengajuan ke Mahkamah Konstitusi (MK). “DPR seharusnya fokus pada urusan sendiri yang belum tuntas terkait kasus Century, yakni menyampaikan hak menyatakan pendapat dariada mewacanakan untuk menyandera dan melemahkan KPK,”terangnya.

Kendati demikian, lanjut dia, KPK juga sudah sepatutnya mempercepat proses kasus Century karena ditunggu masyarakat. Namun, penyelesaian itu bukan karena desakan dari DPR.“Memang harus dibongkar secara hukum dan masyarakat hanya percaya kepada KPK.Jangan sia-siakan kepercayaan publik,”kata Febri.


Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil membantah rencana pemotongan anggaran KPK sebagai sebuah intervensi terhadap KPK.Tindakan itu dilakukan hanya untuk mengingatkan KPK agar serius mengusut dugaan korupsi kasus Bank Century. “Ide pemotongan ini lebih dilatarbelakangi adanya penilaian dari Komisi III terhadap KPK yang terkesan tidak bernafsu menindaklanjuti sejumlah rekomendasi Panitia Angket Century DPR yang diduga kuat mengarah ke tindak pidana korupsi,”kata Nasir Djamil saat dihubungi SI di Jakarta kemarin.

Menurut dia,munculnya ide itu berawal dari pernyataan Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean bahwa rekomendasi DPR bukan alat bukti.“Tidak salah sih,tapi pernyataan itu terkesan bahwa KPK berdiri berjauhan dengan ekspektasipublik. KPKseharusnya bekerja keras untuk membantu DPR guna membongkar dugaan korupsi dalam Century-gate,”jelasnya.

Dua pimpinan fraksi di DPR, yakni Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) Anas Urbaningrum dan pimpinan fraksi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) Tjahjo Kumolo, justru tidak sependapat dengan rencana pemotongan anggaran KPK.Apalagi yang jadi alasan hanya karena lambat dalam penanganan kasus Century.

Ketua FPD Anas Urbaningrum menyayangkan bila ada tekanan dari DPR pada KPK terkait kasus Century.Apalagi sampai main ancam hendak memotong anggaran. Sementara Tjahjo Kumolo juga secara tegas menolak rencana pemotongan anggaran bagi KPK. FPDIP meminta agar DPR bisa menahan diri. (m purwadi)
140 Honorer Diangkat Jadi PNS Tahun Ini 15 Maret 2010


PANGKALPINANG--MI: Pemerintah pusat akan mengangkat 140 ribu tenaga honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di seluruh Indonesia pada 2010.

"Sejauh ini untuk tenaga honorer tidak terbendung lagi, di setiap daerah jumlah honorer terus bertambah, padahal untuk pengangkatan kuotanya terbatas," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Taufik Effendi, saat reses di Pangkalpinang, Minggu (14/3).

Menurut dia, untuk  itu harus ada payung hukum yang akan mengatur masalah pengangkatan tenaga honorer ini. "Payung hukum ini membuat tiga kelompok honorer, yaitu honorer yang teranulir yang memenuhi syarat PP 48 dan 43, lalu honorer yang diangkat pejabat pemerintah yang berwenang dan dibayar oleh APBN dan yang ketiga honorer yang bukan diangkat oleh pejabat berwenang dan tidak dibayar oleh APBD maupun APBN," katanya.

Ia menambahkan, untuk tenaga honorer yang tidak mungkin diangkat, akan dilakukan pendekatan untuk menyamakan dengan yang diangkat melalui pendekatan untuk kesejahteraan. "Untuk honorer yang tidak mungkin untuk diangkat menjadi PNS, akan dilakukan pendekatan untuk menyamakan dengan honorer yang diangkat menjadi PNS melalui pendekatan untuk kesejahteraan," ujar Taufik.

Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara tersebut menjelaskan, definisi pegawai negeri adalah diangkat pejabat yang berwenang dibayar oleh APBD maupun APBN dan bekerja di instansi negeri. "Jadi yang lain itu disesuaikan supaya Undang-undang yang mengatur itu kalau tidak terwadahi, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kesejahteraan, baik penghasilan maupun jaminan hari tua," katanya.

Ia menambahkan, untuk Peraturan Pemerintah yang menjadi payung hukum tersebut, setelah reses ini akan dibahas di Komisi II DPR RI. "Pembuatan PP merupakan sepenuhnya hak pemerintah dan DPR hanya memberikan masukan saja dan ini akan dibahas di Komisi II DPR RI," ujarnya. (Ant/OL-03)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar